Akupun langsung masuk Sekolah Dasar ,saat itu
umurku 5 tahun. Aku jadi anak bawang, masih ikut-ikutan saja,
belum resmi masuk sekolah karena belum cukup umur. Saat Kelas 1 SD ibuku yang mengajar, dari
ketiga anaknya hanya aku yang diajar oleh ibu disekolah formal.
Saat jam istirahat aku bermain
"perosotan" di TK sampai lupa waktu (tidak mendengar bel masuk).
Jarak antara sekolahku dan TK kurang lebih 200meter, waktu itu bel masih
menggunakan besi yang dipukul. Saat ibu masuk untuk memulai pelajaran, aku
belum ada dikelas, beliau meminta teman-teman untuk mencari. Ada yang mencari
ke rumah, sungai, masjid dan hasilnya nihil. Sampai akhirnya aku puas bermain
perosotan dan balik lagi ke SD.
"Darimana kamu, Nak?".
“Habis main di TK, Bu”, jawabku tanpa rasa bersalah.
Walaupun statusku sebagai murid masih ikut-ikutan aku tetap dihukum oleh ibu. Berdiri dengan satu kaki diangkat,
didepan kelas sampai jam pelajaran sekolah selesai. Ya, Ibu memang tidak pernah
pandang bulu, mau anak sendiri kalau salah tetap dihukum ( itulah salah satu
pelajaran mulia yang kuambil dari ibu ).
Alhamdulillah 2 tahun setelah adik perempuan keduaku lahir, bapak
mendapatkan pekerjaan tetap. Diangkat menjadi pegawai negeri sipil di Kantor Pendidikan
dan Kebudayaan (Dikbud) kecamatan. Sekarang sudah berubah menjadi kantor Pendidikan
Pemuda dan Olahraga (Dikpora).
Berapa gaji PNS saat itu, tidak lebih untuk
hidup 15 hari, untungnya bapak ibu kreatif dalam mencukupi kebutuhan
keluarganya. Beras jatah yang dulu rata-rata PNS tidak mau makan, oleh bapak dibeli
selanjutnya dijual ke warga. 4 sampai 5 karung goni berisi beras diangkut dengan
becak ke rumah, ditimbang lagi oleh bapak menjadi bungkusan beras 1-5kg. Alhamdulillah
beras itu selalu habis dibeli tetangga.
Bapak selalu dapat job serabutan, saat itu lagi
demam TV dengan memakai antene UHF. Berhubung belum banyak yang bisa memasang
dan memprogramnya, akhirnya bapak sering dapat job ini. Bapak juga jualan bibit
ikan lele bersama temannya, malam hari saat kami terlelap tidur, beliau
berangkat ke Banjarnegara ( + 4 jam perjalanan dengan bus). Siang hari
bapak sudah pulang dengan membawa 2 jerigen berisi bibit lele. Saat genteng
Sokka sedang trend, bapak juga mau pergi ke Sokka, Kebumen untuk membelikan
genteng apabila ada teman atau tetangga yang membutuhkan. Bapakku pekerja keras, pejuang
keluarga. Semoga aku juga bisa mencontohnya. Aamiin
*****
Waktu terus berjalan, saat aku naik kelas 5 dan
adik keduaku berumur 1 th. Alhamdulillah orangtuaku berhasil membuat
"ISTANA" untuk kami, meskipun saat itu belum sempurna masih tembok
bata terpasang dan lantai tanah, yang penting tidak kehujanan dan kepanasan.
Aku bangga dengan perjuangan mereka. Selamat tinggal rumah dinas, kau tetap tak
kulupakan karena disana banyak menyimpan kenangan masa kecil yang begitu indah.
Akupun terpaksa pindah sekolah. Disekolah baru ini sudah tidak diajar oleh ibuku lagi. Kelas 6 SD lagi-lagi kenakalanku muncul,
saat itu guru kelas sedang berhalangan mengajar karena ada keperluan di luar.
Kami disuruh mengerjakan tugas, selesai mengerjakan tugas aku ingin buang air
kecil ke kamar mandi.
Saat
aku mau membuka pintu kamar mandi tiba-tiba, buk...
sikat cucian baju jatuh dari atas pintu, hampir saja mengenaiku. Ini
pasti ada
temen yang usil dan ada dikamar mandi
satunya, pikirku. Lalu kukunci saja pintu itu dari luar. Tidak lama
kemudian,
ada suara tangisan dari dalam kamar mandi. Dua orang anak perempuan,
didalamnya. Betapa terkejutnya aku, ternyata yang di dalam kamar mandi
itu, Santi, tetangga depan rumah. Akupun minta maaf, tapi
dia terus menangis. Teman yang terkunci satunya kusebut Yani namanya.
Tidak disangka orangtua Santi datang ke kelas, yang
profesinya juga sebagai guru. Awalnya datang hanya untuk ikut KKG (Kelompok Kegiatan
Guru) yang dilaksanakan setiap hari Sabtu. Karena SD kami berdekatan dengan
kantor DEPDIKBUD kecamatan tempat berlangsungnya KKG. Beliau sangat marah mendengar
anaknya menangis, karena dikunci dalam kamar mandi.
Bersambung
0 komentar:
Posting Komentar