Masih ingat Cerita untuk Anakku?, kalau lupa baca yang bagian ke dua ya. Cerita ini titipan keponakanku, hobi menulisnya sudah ada, tapi minta aku yang menuliskannya. Cerita masa kecilnya yang lucu, bandel ternyata indah juga untuk dikenang.
Inilah kisah lanjutannya.
Ternyata sebelum aku mengunci, sudah dikunci
duluan oleh teman-teman yang lain (kurang lebih 5 orang ). Kamipun disidang
dalam kelas, oleh guru agama dan kedua orangtua Santi, aduh..., betapa malunya
aku saat itu. Dengan wajah penuh amarah
tetanggaku mengajak anaknya untuk pulang. Tak lama walikelas datang, dan
menasehati kami agar datang ke rumah Yani dan Sinta untuk minta maaf. Berenam
kamipun ke rumah Yani dan Sinta, menghadap orang tuanya dan minta maaf, setelah
itu kami kembali lagi ke sekolah.
Pulang dari sekolah, aku disuruh ibu untuk kembali
minta maaf. Rupanya ibu sudah mengetahui kejadian tadi dari temannya, belaiu marah besar atas
kelakuanku.
“Aku sudah minta maaf tadi, Bu” sambil
menangis aku menyesal.
“Ayo, ibu antar ke rumah Sinta dan Yani!”
Akhirnya diantar ibu, kembali ke rumah mereka
untuk meminta maaf. Setelah pulang dari rumah Sinta dan Yani, aku kembali disidang
oleh bapak dan ibu.
“Betapa malunya Ibu, Nak, teman satu kecamatan tahu kejadian
tadi!”
Aku minta maaf kepada bapak dan ibu, sambil menangis dan
berjanji untuk tak mengulanginya kembali.
**********
Kuingat betul kejadian dihari pertama puasa Ramadhan tahun 1994
tepatnya kelas 5 SD. Pagi itu tanah
masih basah akibat hujan yang turun tadi malam, ibu mengingatkanku untuk tidak
keluar rumah.
“Ini hari pertama puasa, Mas dirumah saja ya, istirahat, biar
kuat puasanya” pesan ibuku.
Tapi aku tidak menuruti apa yang ibu ucapkan,
memilih untuk pergi bermain dengan kedua teman, Kukuh dan Danar. Mereka sohib
kecilku yang juga tetangga, kami bermain di sekolah, sepi sekali saat itu, maklum
hari pertama puasa sekolah kami libur, begitu juga kantor Depdikbud.
Kami bermain gelantungan dipapan nama sekolah.
Saat itu karena tiang papan nama sekolah licin, pegangan tanganku yang satu terlepas dari tiang, sampai akhirnya
aku kehilangan keseimbangan dan jluuubbb , perutku nyeri rasanya seperti
tertancap di pagar besi sekolah. Sambil menahan (kutekan luka dengan tangan)
sakit sekali. Aku berteriak minta tolong... .
Kukuh dan Danar hanya tersenyum, dikira oleh mereka, aku hanya bercanda, saat tangan yang
satu terlepas terlihat darah muncul. Kukuh-pun
langsung berteriak minta pertolongan kepada Penjaga kantor Depdikbud.
Oleh beliau aku diantar ke Puskesmas yg ada disamping
rumah. Segera kedua sohibku ke rumah untuk memberitahukan kejadian itu ke
bapak. Bapakpun langsung menuju ke puskesmas dengan panik. Aku menahan sakit
saat luka dijahit oleh perawat puskesmas, bapak hanya berdiri di pintu ruang
tindakan. Karena beliau tak tahan melihat darah, aku meringis
kesakitan,yaah gagal deh hari pertama nggak puasa. Sampai dirumah ibupun sedih
melihat kondisiku.
Inilah akhirnya aku mengerti bahwa apa yg
dilarang ibu jangan dilanggar, dalam bahasa jawa "Nek ibu ngendiko
dirungoke" (kalau ibu menasehati, dengarkan).
Masih banyak cerita kebandelan keponakanku. Bersambung .
Ahayyyyy,..... lucu juga kalo inget masa2 itu.... makasih bulik
BalasHapusCerita manis untuk dikenang he he he
Hapus