"MENULISLAH YANG IKHLAS, AGAR ILMUMU TERWARIS, AGAR MATIMU TAK MEMBAWA TANGIS, AGAR MASA DEPANMU TAK MIRIS, KARENA KISAH HIDUPMU SUDAH BERJALAN MANIS" ~FROM KUPER TO SUPER~

Jumat, 04 April 2014

Cerita Untuk Anakku Part 3


Masih ingat Cerita untuk Anakku?, kalau lupa baca yang bagian ke dua ya. Cerita ini titipan keponakanku, hobi menulisnya sudah ada, tapi minta aku yang menuliskannya. Cerita masa kecilnya yang lucu, bandel ternyata indah juga untuk dikenang.

Inilah kisah lanjutannya.

Ternyata sebelum aku mengunci, sudah dikunci duluan oleh teman-teman yang lain (kurang lebih 5 orang ). Kamipun disidang dalam kelas, oleh guru agama dan kedua orangtua Santi, aduh..., betapa malunya aku saat itu. Dengan wajah penuh amarah  tetanggaku mengajak anaknya untuk pulang. Tak lama walikelas datang, dan menasehati kami agar datang ke rumah Yani dan Sinta untuk minta maaf. Berenam kamipun ke rumah Yani dan Sinta, menghadap orang tuanya dan minta maaf, setelah itu kami kembali lagi ke sekolah.

Pulang dari sekolah, aku disuruh ibu untuk kembali minta maaf. Rupanya ibu sudah mengetahui  kejadian tadi dari temannya, belaiu marah besar atas kelakuanku.

“Aku sudah minta maaf tadi, Bu” sambil menangis aku menyesal.

“Ayo, ibu antar ke rumah Sinta dan Yani!”

Akhirnya diantar ibu, kembali ke rumah mereka untuk meminta maaf. Setelah pulang dari rumah Sinta dan Yani, aku kembali disidang oleh bapak dan ibu.

“Betapa malunya Ibu, Nak, teman satu kecamatan tahu kejadian tadi!”

Aku minta maaf kepada bapak dan ibu, sambil menangis dan berjanji untuk tak mengulanginya kembali.

**********
Kuingat betul  kejadian dihari  pertama puasa Ramadhan tahun 1994 tepatnya  kelas 5 SD. Pagi itu tanah masih basah akibat hujan yang turun tadi malam, ibu mengingatkanku untuk tidak keluar rumah.
“Ini hari pertama puasa, Mas dirumah saja ya, istirahat, biar kuat puasanya” pesan ibuku.

Tapi aku tidak menuruti apa yang ibu ucapkan, memilih untuk pergi bermain dengan kedua teman, Kukuh dan Danar. Mereka sohib kecilku yang juga tetangga, kami bermain di sekolah, sepi sekali saat itu, maklum hari pertama puasa sekolah kami libur, begitu juga kantor Depdikbud.

Kami bermain gelantungan dipapan nama sekolah. Saat itu karena tiang papan nama sekolah licin, pegangan tanganku  yang satu terlepas dari tiang, sampai akhirnya aku kehilangan keseimbangan dan jluuubbb , perutku nyeri rasanya seperti tertancap di pagar besi sekolah. Sambil menahan (kutekan luka dengan tangan) sakit sekali. Aku berteriak minta tolong... .

Kukuh dan Danar hanya tersenyum,  dikira oleh mereka, aku hanya bercanda, saat tangan yang satu terlepas terlihat darah muncul.  Kukuh-pun langsung berteriak minta pertolongan kepada Penjaga kantor Depdikbud.

Oleh beliau aku diantar ke Puskesmas yg ada disamping rumah. Segera kedua sohibku ke rumah untuk memberitahukan kejadian itu ke bapak. Bapakpun langsung menuju ke puskesmas dengan panik. Aku menahan sakit saat luka dijahit oleh perawat puskesmas, bapak hanya berdiri di pintu ruang tindakan. Karena beliau tak tahan melihat darah, aku meringis kesakitan,yaah gagal deh hari pertama nggak puasa. Sampai dirumah ibupun sedih melihat kondisiku.

Inilah akhirnya aku mengerti bahwa apa yg dilarang ibu jangan dilanggar, dalam bahasa jawa "Nek ibu ngendiko dirungoke" (kalau ibu menasehati, dengarkan).

Masih banyak cerita kebandelan keponakanku. Bersambung .




2 komentar:

  1. Ahayyyyy,..... lucu juga kalo inget masa2 itu.... makasih bulik

    BalasHapus